Jurnalisme.info
MUSI BANYUASIN — Aktivitas angkutan minyak ilegal hasil penyulingan (ilegal refinery) di Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) kembali membuktikan bahwa penegakan hukum di wilayah ini berada pada titik nadir. Meski keberadaan koordinasi JGR terus-menerus disorot oleh media, armada minyak ilegal tetap melaju bebas dari Muba hingga Lampung tanpa hambatan, seolah mendapat “kekebalan khusus” dari aparat penegak hukum.
Pada Selasa, 2 Desember 2025, tim liputan kembali mendapati sebuah truk Hino Fuso FL 235 TI kepala hijau–tangki putih dengan nomor polisi BH 8603 SM sedang memuat minyak ilegal di lokasi refinery liar di Kecamatan Keluang. Truk ini bukan nama baru—namun yang mengejutkan, operasinya tetap berjalan dengan santai, bahkan setelah maraknya pemberitaan terkait jaringan minyak ilegal di Muba.
Pengakuan sopir truk, Aris, membuka tabir dugaan jaringan yang selama ini bergerak bebas. Tanpa ragu, ia menyebut bahwa dirinya sedang mengangkut minyak ilegal menuju Lampung.
“Mau dibawa ke Lampung, kak, dikoordinasi JGR,” akunya gamblang saat dikonfirmasi di lokasi.
Aris juga menyebut nama Faisal, yang dikatakannya sebagai “pengurus” di jalur tersebut. Pernyataan ini mengindikasikan bahwa operasi minyak ilegal bukan lagi sebatas aktivitas sporadis, tetapi jaringan terstruktur yang memiliki koordinator, pengamanan, dan rute logistik jelas—dan yang lebih mengerikan, diduga berjalan dengan restu diam-diam dari aparat.
Kritik Publik Makin Menguat: Ada Apa dengan Penegakan Hukum di Muba?
Kondisi ini semakin memperkuat dugaan bahwa ada unsur pembiaran, bahkan dugaan keterlibatan oknum dalam rantai operasi. Pasalnya, meski media telah berkali-kali menyoroti JGR dan aktivitas armadanya, tak ada satu pun tindakan represif nyata yang terlihat dari Polres Muba.
Sementara itu, truk-truk tangki minyak ilegal yang seharusnya menjadi target utama penindakan justru terus berlalu-lalang seperti kendaraan resmi logistik.
Keberanian armada tetap beroperasi pasca-pemberitaan bukan hanya tamparan keras bagi institusi kepolisian, tetapi juga ancaman serius bagi kredibilitas penegakan hukum di Sumatera Selatan.
Publik Menuntut Jawaban Tegas dan Langkah Nyata
Masyarakat Muba kini menuntut penjelasan yang tidak bisa lagi ditunda:
1. Mengapa armada minyak ilegal tetap bebas beroperasi meskipun identitas koordinator JGR telah berulang kali disorot oleh media?
2. Apa langkah konkret kepolisian untuk membongkar jaringan logistik minyak ilegal yang bekerja secara terstruktur ini?
3. Siapa saja oknum yang diduga terlibat atau sengaja membiarkan aktivitas melanggar hukum ini terus berlangsung?
Pertanyaan-pertanyaan ini tidak bisa dijawab dengan dalih “dalam proses”. Ada kerugian negara, kerusakan lingkungan, dan hilangnya wibawa hukum yang menjadi taruhannya.
Wibawa Negara Dipertaruhkan
Fenomena angkutan minyak ilegal ini bukan lagi sekadar isu penyulingan liar. Ini adalah potret nyata bagaimana hukum bisa tumpul ke atas namun tajam ke bawah.
Jika jaringan JGR dibiarkan terus bekerja dengan bebas, maka persepsi publik bahwa hukum tidak mampu menyentuh aktor-aktor besar akan semakin menguat.
Hingga berita ini diterbitkan, tidak ada satupun pejabat Kepolisian maupun pihak terkait yang memberikan keterangan resmi, meski permintaan konfirmasi telah disampaikan.
Publik kini menunggu:
Apakah aparat berani bertindak, atau justru memilih membiarkan minyak ilegal terus mengalir hingga ke Lampung di bawah naungan “koordinasi” JGR?
Tim media

