MAARIF Institute: Inisiatif Dedi Mulyadi Tempatkan Siswa di Barak Militer Bisa Ganggu Sistem Pendidikan

Jakarta, jurnalisme.info- 

MAARIF Institute for Culture and Humanity menyampaikan keprihatinan mendalam terhadap program Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang mengirim pelajar sekolah ke barak militer. Direktur Eksekutif MAARIF Institute for Culture and Humanity Andra Nubowo memandang program yang sudah mulai dijalankan ini bukan hanya keliru secara fundamental. "Tetapi juga berbahaya dan berpotensi merusak sistem pendidikan secara struktural," ujar Andra dalam keterangan resminya, Jumat (9/5/2025). Andra mengatakan, MAARIF Institute menyoroti tiga aspek yang perlu menjadi perhatian bersama.

Pertama, terkait perlindungan anak.
"Militerisasi pendidikan adalah kekerasan dan pelanggaran perlindungan anak," ucapnya. Kebijakan pengiriman siswa ke barak militer disebut bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum dan konstitusi. Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak secara tegas menyatakan bahwa setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari kekerasan dan perlakuan tidak manusiawi, serta tumbuh dalam lingkungan yang aman dan mendukung. Kebijakan ini juga melanggar Pasal 28I UUD 1945, yang menjamin hak setiap warga negara untuk bebas dari perlakuan diskriminatif atas dasar apapun, termasuk ekspresi identitas dan latar belakang sosial.

"Kedua, bertentangan dengan arah reformasi pendidikan nasional," imbuh dia. Andra menyebut, kebijakan pengiriman siswa ke barak militer bertentangan dengan reformasi pendidikan nasional yang menempatkan peserta didik sebagai subyek utama dalam proses pembelajaran. Pendekatan militeristik bukan hanya gagal menjawab persoalan pendidikan secara substansial, tetapi juga melemahkan kerangka hukum dan etika. "Aspek ketiga, program ini menciptakan kambing hitam sepihak dan upaya menghindari evaluasi sistematik," kata dia. 
Dengan menjadikan siswa sebagai sasaran tunggal, kata Andra, Pemerintah Provinsi Jawa Barat secara tidak langsung menanggalkan tanggung jawab pendidikan yang seharusnya bersifat kolektif. "Pendidikan kolektif melibatkan sekolah, keluarga, dan lingkungan sosial," ucapnya. Alih-alih mendorong evaluasi terhadap kebijakan pendidikan dan kurikulum yang komprehensif dan sistemik, Pemprov Jabar justru memilih jalur pintas. "Pemprov Jabar memilih jalur pintas dengan mengontrol tubuh siswa tanpa menyentuh akar ketimpangan," kata dia.

Sumber: Kompas.com

Lebih baru Lebih lama

Tag Terpopuler

نموذج الاتصال