Bangka Belitung — Nama seorang pengusaha tambang, Ataw, kembali menjadi sorotan publik setelah 35 unit ponton yang diduga miliknya beroperasi di luar wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) milik PT Timah. Ironisnya, seluruh ponton tersebut diduga tidak memiliki Surat Perintah Kerja (SPK) dan beraktivitas di kawasan yang termasuk dalam jalur pariwisata dan pelayaran.
Aktivitas tambang di luar zona IUP PT Timah dan tanpa SPK merupakan pelanggaran serius terhadap standar operasional prosedur (SOP) pertambangan. Keberadaan puluhan ponton di wilayah sensitif tersebut tidak hanya memicu kontroversi, tetapi juga menimbulkan kekhawatiran atas dampak lingkungan yang ditimbulkan.
Tambang SPK yang melewati zona pariwisata dinilai berisiko tinggi merusak ekosistem laut. Berdasarkan pantauan tim di lapangan, sejumlah unit tambang yang diduga beroperasi di bawah bendera SPK IUP PT Timah telah memasuki kawasan wisata dan jalur pelayaran, yang semestinya bebas dari kegiatan penambangan.
Diketahui, saat ini terdapat enam CV yang mengantongi SPK dari PT Timah. Dua CV di antaranya dimiliki oleh Aditya, yang juga tercatat sebagai pengurus Karang Taruna Kota Pangkalpinang, dua lainnya milik Ataw, dan sisanya milik pihak lain. Namun, kehadiran 35 ponton yang tidak termasuk dalam daftar resmi SPK menimbulkan tanda tanya besar, terlebih karena aktivitas mereka berlangsung di area terlarang.
Kegiatan tambang SPK IUP PT Timah ini disebut telah berjalan hampir dua tahun. Namun, lokasi operasi yang berdekatan dengan zona wisata dikhawatirkan mengganggu ketenangan kawasan dan kenyamanan wisatawan yang berkunjung.
Lebih parahnya lagi, dampak ekologis mulai terlihat. Terumbu karang yang dulunya menjadi habitat alami berbagai spesies laut kini rusak parah, populasi ikan menurun drastis, dan perairan berubah menjadi keruh akibat limbah tambang. Laut yang sebelumnya jernih dan produktif kini menyerupai kolam lumpur yang dipenuhi endapan sisa tambang.
Hingga berita ini diterbitkan, belum ada tanggapan resmi dari PT Timah maupun pihak aparat penegak hukum. Masyarakat mendesak agar pihak berwenang segera melakukan evaluasi dan penindakan terhadap praktik penambangan yang melanggar aturan, demi menjaga kelestarian lingkungan laut dan keberlangsungan sektor pariwisata daerah.
(Jurnalisme Online / Rusmantoro)